Salah satu kegenda yang sangat populer
di masyarakat kita adalah legenda tentang Nyi Roro Kidul alias Ratu Laut
Selatan. Banyak mitos yang sangat kita kenal di masyarakat kita tentang
kelegendaan Ny Roro Kidul. Mulai dari mitos larangan memakai baju hijau
ketika berenang di laut selatan hingga kamar keramat di sebuah hotel.
Kapan pastinya legenda Ratu Laut Selatan tersebut mulai terdengar
tidak dapat kita pastikan. Bahkan telah banyak pula film yang mengangkat
cerita tentang Nyai Roror Kidul ini. Termasuk mengangkat nama artis
horor terkenal semacam Suzana di negeri kita ini karena memerankan tokoh
ratu alam gaib itu.
Akan tetapi, legenda mengenai penguasa mistik pantai selatan mencapai
puncaknya ketaika ada semcam keyakinan di kalangan penguasa keraton
Mataram Islam, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta,
bahwa Kanjeng Ratu Kidul merupakan “istri spiritual” bagi raja-raja di
kedua keraton tersebut.
Bahkan pada waktu-waktu tertentu, keraton memberikan persembahan di
Pantai Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai Paranggupita, Wonogiri, untuk
sang Ratu. Konon Panggung Sanggabuwana yang terdapat di komplek keraton
Surakarta dipercaya sebagai tempat bercengkerama sang Sunan dengan
Kanjeng Ratu.
Ketika masa bercengkrama, pada saat bulan muda hingga purnama Sang
Ratu tampil layaknya wanita muda dan cantik. Akan tetapi,
berangsur-angsur menua dan buruk ketika bulan menuju bulan mati.
Bagi masyarakat Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki seorang pembantu
setia bernama Nyai atau Nyi Rara Kidul. Kadang-kadang ada juga orang
yang menyebutnya Nyi Lara Kidul. Nyi Rara Kidul ini menyukai warna hijau
dan banyak yang percaya kalau dia suka mengambil orang-orang yang
mengenakan pakaian hijau untuk dijadikan pelayan atau pasukannya.
Oleh karena itu ada larangan mengenakan pakaian hijau bagi pengunjung
pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu,
Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, maupun
Semenanjung Purwa di ujung timur.
Sementara, bagi masyarakat Sunda, Ratu Kidul merupakan titisan dari
seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan. Putri tersebut
bunuh diri karena diusir oleh keluarganya. Dia diusir karena menderita
penyakit yang membuat malu anggota keluarga.
Akan tetapi, dalam kepercayaan Jawa, tokoh yang dipercayai masyarakat
Sunda tersebut dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan yang sesungguhnya,
melainkan Nyi Rara Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini
karena mereka percaya jika Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan
menguasai Laut Selatan jauh lebih lama sebelum sejarah Kerajaan
Pajajaran.
Menurut Legenda Sunda
Meskipun dalam kepercayaan Jawa, Nyi Rara Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu Kidul. Namun, masyarakat Sunda mengenal penguasa spiritual kawasan Laut Selatan Jawa Barat yang berwujud perempuan cantik yang disebut Nyi Rara Kidul sebagai Kanjeng Ratu Kidul. Berikut kisahnya menurut masyarakat Sunda:
Meskipun dalam kepercayaan Jawa, Nyi Rara Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu Kidul. Namun, masyarakat Sunda mengenal penguasa spiritual kawasan Laut Selatan Jawa Barat yang berwujud perempuan cantik yang disebut Nyi Rara Kidul sebagai Kanjeng Ratu Kidul. Berikut kisahnya menurut masyarakat Sunda:
Di masa lalu, hiduplah Dewi Kadita, anak dari Raja Munding Wangi,
Raja Kerajaan Pajajaran, yang sangat cantik rupawan. Walaupun sang raja
memiliki seorang putri cantik, tapi ia selalu bersedih. Hal ini karena
ia lebih mengharapkan anak laki-laki. Untuk mewujudkan asanya tersebut,
maka Raja pun menikahi Dewi Mutiara, sehingga ia mendapatkan putra dari
perkawinan tersebut.
Akan tetapi, Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja
tanpa ada penantang atas takhtanya. Ia pun berusaha menyingkirkan Dewi
Kadita. Salah satu caranya adalah dengan menghadap Raja dan meminta agar
sang Raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu Raja
menolak. Namun, Dewi Mutiara pantang menyerah.
Keesokan harinya, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang tukang tenung. Dia meminta sang dukun meneluh Kadita, anak tirinya. Maka, karena teluh sang dukun tubuh Kadita dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal pada esok paginya. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Keesokan harinya, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang tukang tenung. Dia meminta sang dukun meneluh Kadita, anak tirinya. Maka, karena teluh sang dukun tubuh Kadita dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal pada esok paginya. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Melihat penderitaan putrinya tersebut, maka Sang Raja mengundang
banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa
penyakit putrinya itu tidak wajar. Seseorang pasti telah mengutuk atau
mengguna-gunainya.
Namun, masalah menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksa
Raja untuk mengusir putrinya karena akan mendatangkan kesialan bagi
seluruh negeri. Sang Raja terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk
mengirim putrinya ke luar dari negeri itu karena beliau tidak
menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri.
Puteri yang malang itu pun pergi berkelana sendirian, tanpa tahu
kemana harus pergi. Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan
sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu.
Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya
biru atau hijau. Tiba-tiba ia mendengar suara gaib yang menyuruhnya
terjun ke dalam Laut Selatan. Dia melompat ke dalam air dan berenang.
Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya
keajaiban pun terjadi. Bisulnya lenyap. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia
pernah kudisan atau gatal-gatal. Bahkan dia menjadi lebih cantik
daripada sebelumnya. Kini dia memiliki kuasa dalam Samudera Selatan dan
menjadi seorang dewi yang disebut Nyi Rara Kidul yang hidup selamanya.
Dalam cerita tersebut kawasan Pantai Palabuhan Ratu secara khusus dikaitkan dengan legenda ini.
Menurut Legenda Jawa
Orang Jawa mengenal sebuah istilah “telu-teluning atunggal” yang artinya tiga sosok yang menjadi satu kekuatan. Yaitu, Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Ratu Kidul. Panembahan merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam.
Orang Jawa mengenal sebuah istilah “telu-teluning atunggal” yang artinya tiga sosok yang menjadi satu kekuatan. Yaitu, Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Ratu Kidul. Panembahan merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam.
Dalam sebuah tiwikrama sesuai arahan Sunan Kalijaga karena sebuah
wangsit untuk membangun sebuah keraton di sebuah hutan ‘alas mentaok”
(kini Kotagede di Daerah Istimewa Yogyakarta) Panembahan Senopati
dipertemukan oleh Ratu Kidul.
Ketika sedang bertapa tersebut, menurut cerita semua alam menjadi
kacau, ombak besar, hujan badai, gempa, dan gunung meletus. Dalam
perjumpaannya dengan Ratu Kidul, wanita penguasa laut selatan tersebut
setuju membantu dan melindungi Kerajaan Mataram. Bahkan dipercaya
menjadi “istri spiritual” bagi Raja-raja trah Mataram Islam.
Bagi orang Jawa, pemahaman tentang penguasa laut selatan yang
berkembang di masyarakat Sunda harus diluruskan. Bagi mereka antara
“Rara kidul” dengan “Ratu kidul” sangat berbeda. Dalam kepercayaan
Kejawen, alam kehidupan itu terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu alam
Kadewan, alam Nabi, alam Wali, alam Menungsa (Manusia), dan yang akan
datang adalah alam Adil.
Menurut mitologi Jawa, Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping
telu yang mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi
alam lainnya. Sementara Rara Kidul merupakan Putri dari Raja Sunda yang
terusir karena ulah dari ibu tirinya dan menjelma menjadi sosok penguasa
setelah menceburkan diri ke laut selatan.
Oleh karena itu keduanya beda fase tahapan menurut mitologi Jawa.
Pemitosan Ratu Laut Selatan
Berbagai macam ritual dan penghormatan dilakukan orang untuk menghormati Kanjeng ratu Kidul. Di Karang Hawu, Pelabuhan Ratu misalnya, terdapat tempat petilasan (persinggahan) Ratu Pantai Selatan yang sering dikunjungi orang untuk melakukan ritual tertentu.
Berbagai macam ritual dan penghormatan dilakukan orang untuk menghormati Kanjeng ratu Kidul. Di Karang Hawu, Pelabuhan Ratu misalnya, terdapat tempat petilasan (persinggahan) Ratu Pantai Selatan yang sering dikunjungi orang untuk melakukan ritual tertentu.
Komplek tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat. Terdapat dua
ruangan cukup besar dengan beberapa makam yang menurut pandangan
penduduk sebagai makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta dan
Eyang Syeh Husni Ali. Selain itu juga terpampang gambar sang penguasa
Laut Selatan. Bahkan,
Penghormatan atau pemuliaan kepada Penguasa laut selatan juga terlihat di Vihara Kalyana Mitta, kelenteng di bilangan Pekojan, Jakarta Barat.
Penghormatan atau pemuliaan kepada Penguasa laut selatan juga terlihat di Vihara Kalyana Mitta, kelenteng di bilangan Pekojan, Jakarta Barat.
Selain itu penghormatan terhadap ratu Laut Selatan juga terlihat pada
sedekah laut. Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa, seperti pantai
Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap, Sakawayana dan
sebagainya, setiap tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan
kepada sang Ratu karena menjaga keselamatan para nelayan.
Selain itu, di saat-saat tertentu juga digelar ritual sebagai rasa
terima kasih mereka terhadap sang penguasa laut selatan oelh penduduk
setempat.
Bukan hanya penghormatan dan ritual yang melahirkan pemitosan
terhadap Ratu Kidul. Bahkan ada semacam larangan memakai pakaian hijau
ketika berenang di Pantai Selatan Jawa. Peringatan selalu diberikan
kepada orang yang berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan
pakaian berwarna hijau, sehingga mereka tidak menjadi sasaran Nyai Rara
Kidul yang akan mengambil mereka untuk dijadikan tentara atau
pelayannya.
Pada beberapa hotel di pantai selatan Jawa dan Bali pemitosan
terhadap sosol penguasa laut selatan ini bahkan nyata tergambar pada
kamar yang disediakan khusus untuk Kanjeng ratu Kidul. Di antaranya,
kamar 327 dan 2401 di Hotel Grand Bali Beach.
Ketika terjadi kebakaran besar pada Januari 1993, kamar 327 adalah
satu-satunya kamar yang tidak terbakar. Dengan keajaiban itu, maka
setelah renovasi kamar 327 dan 2401 selalu dirawat, diberi hiasan
ruangan dengan warna hijau, diberi sesaji setiap hari, tetapi tidak
untuk disewakan. Kamar tersebut khusus dipersembahkan untuk Ratu Kidul.
Begitu pula halnya di Hotel Samudra Beach, Pelabuhan Ratu. Kamar 308
disiapkan khusus bagi Ratu Kidul. Di dalam ruangan ini terpajang
beberapa lukisan Kanjeng Ratu Kidul karya pelukis Basoeki Abdullah. Di
Yogyakarta, Hotel Queen of The South di dekat Parangtritis mereservasi
Kamar 33 bagi Sang Kanjeng Ratu. Inilah sedikit gambaran tentang
pemitosan sosok Kanjeng Ratu Kidul di masyarakat kita.
No comments:
Post a Comment